Pada Dinding Hampa Siklus Semesta

Pada Dinding Hampa Siklus Semesta
Sesaat melintasi senja merah menghitam..........

Share

Bookmark and Share

Laman

Minggu, 24 Januari 2010

Meretas Jejak Reformasi

"REFORMASI..!!" Masih ingatkah kita pada gaung yang menggema di seantero Indonesia beberapa tahun silam. Sebuah dentuman kekecewaan anak-anak negeri terhadap bengkoknya tonggak-tonggak demokrasi. Baru tempo hari lalu menyembulkan kepala' awal hari masehi 2010. ini berarti sudah sekitar 12 tahun lamanya sejak issue keramat "Reformasi" mulai digulirkan serta diagung-agungkan. Tidak terasa dalam satu dasawarsa ini sudah empat kali tampuk kepemimpinan negeri silih berganti. Tokoh-tokoh serta elite-elite politik andalan pertiwi sudah unjuk gigi. Satu-persatu naik ke atas pentas untuk sekedar melemparkan senyum atau hanya mengumbar janji. Entah kapan akan terpenuhi...?

Rakyat Indonesia masih terus berharap akan sebuah perubahan dalam tatatan kehidupan sosial, masyarakat, berbangsa dan bernegara. Yang pada akhirnya ditujukan untuk menciptakan kesejahteraan serta keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Toto, Tentrem, Kertoraharjo, Adil, Makmur, Aman dan Sejahtera. Kira-kira demikianlah salah satu tujuan besar diantara tujuan besar lain atas digulirkannya issue reformasi tersebut. Setiap kelompok ataupun individu memiliki imaji serta perspektif yang berbeda terhadap apa yang sebenarnya menjadi tujuan dari reformasi. Hal ini sangatlah relatif, tergantung kondisi serta realita yang dihadapi masing-masing. Atas dasar keadaan yang serba relatif itu, maka akan menjadi makin sulit untuk mendefinisikan objectif serta sasaran yang hakiki dari proses reformasi yang sedang dijalani. Hanya sekelumit serpihan-serpihannya saja yang saat ini dapat terdefinisikan. Itu pun masih terbatas oleh sejumlah asumsi-asumsi yang melekat di dalamnya.

Jika kita mau berkaca, marilah kita bertanya kepada diri kita masing-masing... Apakah kita telah melaksanakan reformasi dengan sungguh-sungguh? Jangan-jangan kita sendiri justru tidak mengerti apa sesungguhnya yang di maksud dengan "reformasi" itu. Penataan kembali!! apanya yang harus ditata kembali? Kehidupan demokrasi!! Sistem ketatanegaraan!! Perekonomian!! Politik!! Hukum!! Pendidikan!! Birokrasi!! atau apa?? Lalu dari mana itu semua harus dimulai? Dari langitkah...!? Kemudian, setelah kita tahu, harus dimulai dari mana? Bagaimana cara menjalankannya? begitulah seterusnya akan muncul pertanyaan-pertanyaan yang tiada habisnya.
Sungguh ironis memang. Kita sering kali terjebak oleh dogma-dogma puitis dari para politikus yang notabene katanya "lokomotif penggerak reformasi". Tetapi ironisnya, justru sebenarnya mungkin banyak diantara mereka yang senang bermain di keruhnya "air bungan gorong-gorong kota". Di kubangan lumpur hitam pekat kekuasaan. Tempat persembunyian tikus, kecoak dan lintah (mereka ini identik dengan para koruptor dan manipulator)
Namun kini tak perlu lagi kita saling tunjuk dan saling menyalahkan. Karena baik secara langsung maupun tidak lansung, kadang kita sendiri turut menyuburkan benih-benih korupsi serta penyimpangan lainnya. Contoh paling sederhana adalah dengan membiarkan adanya praktek suap-menyuap. Bahkan mungkin hal ini sudah menjadi wajar dan lumrah untuk dilakukan dalam keseharian. Jadi pada hakekatnya keterpurukan negeri ini merupakan akumulasi dari kesalahan-kesalahan yang dilakukan secara massive, berjamaah dan dalam kurun waktu yang relatif panjang.  Beranikah tiap-tiap diri kita untuk mengakuinya..? "Its up to you, kawan...!"

Tidak ada platform serta struktur yang kuat dan jelas di dalam reformasi itu sendiri. Yak!! reformasi yang sedang kita jalani sekarang ini. Itikad baik dari reformasi sudah banyak ternodai oleh oknum-oknum birokrat.. rat..rat.. yang mengaku-aku reformis sejati, agen-agen perubahan. Omong besar kanan-kiri, tetapi sebenarnya... yah tau sendirilah,,, mungkin mirip dengan serigala berbulu domba kali  ya.!? Ups..!! Jangan-jangan kita termasuk salah satu dari mereka...!! hahahhaha.. Semoga tidak..!!

Aktualisasi "Reformasi" yang telah terjadi sampai detik ini lebih banyak bersifat simbolik dan semu. Salah satu momentum terpenting dalam proses bergulirnya reformasi adalah jatuhnya pemerintahan Orde Baru yang ditandai dengan turunnya Soeharto dari jabatan Presiden (baca:Raja Diraja). Hal ini bukanlah puncak keberhasilan reformasi, melainkan hanyalah sebagai sinyal penanda dimulainya era reformasi yang sesungguhnya. "The Real Battle".
Reformasi yang sesungguhnya adalah pergulatan dalam kehidupan keseharian setiap individu, dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Jikalau kita boleh berandai-andai, momen keruntuhan rezim Orde  Baru dapat diandaikan layaknya dentuman suara gong atau bel dalam sebuah pertandingan tinju. Tanda dimulainya suatu pertarungan. Yang memukul bel adalah sang juri, sedangkan yang harus bertarung sekuat tenaga justru adalah para petinju. Begitu juga halnya dengan gaung reformasi yang saat ini mulai memudar. Kita-kita inilah sebagai anak-anak bangsa yang seharusnya dapat menjadi petinju, petarung-petarung yang siap bertempur habis-habisan untuk mencapai kemenangan melawan segala bentuk ketidakadilan, kebodohan, kemiskinan dan kemerosotan moral.
Berbicara masalah moral, kita sebagai manusia memang tidak akan pernah luput dari kesalahan. Kita bukanlah orang-orang suci seperti para Nabi. Tetapi yang menjadi point pentingnya adalah bagaimana kita menyikapi segala kesalahan yang pernah terjadi sehinggga menciptakan resolusi yang menghasilkan tindakan nyata yang pada akhirnya akan berbuah pada perbaikan-perbaikan di masa depan.

Wahai saudara-saudaraku sebangsa setanah air, kitalah tiang pancang reformasi. Bukan saatnya lagi kita berkeluh-kesah, mengumbar kekecewaan kesana-kemari. Menyalahkan serta menunjuk-nunjuk pihak lain sebagai penyebab dan biang keladi. Namun di lain sisi kita masih berdiam diri. Memang terkadang kita masih membutuhkan saluran serta target untuk mengekspresikan dan mengungkapkan kekecewaan. Tetapi bukan hanya itu, saudaraku.. bukan hanya menunggu saja, kawan. Bukan pula omong kosong belaka, omong besar tanpa makna. Sudah saatnya kita bergegas berdiri, berjalan kemudian berlari untuk mengejar cita-cita Ibu Pertiwi. Menjaga dan membangun Nusantara Sejati.
Berat memang, tetapi itulah resiko yang harus kita sadari, konsekuensi logis dari jalan reformasi yang telah kita pilih. Sebagai warga negara yang masih awam terhadap kehidupan berpolitik dan kenegaraan, saya yakin tiap-tiap kita sesungguhnya mampu untuk berbuat dan mengaktualisasikannya dengan tindakan-tindakan nyata sesuai dengan peran dan posisi kita masing-masing.

Para Petani, teruslah bercocok tanam, wahai lembu bantulah pak tani membajak!
Para Nelayan teruslah melaut, wahai angin tiuplah layar mereka menuju permadani biru nan luas!
Para Penggali Jalan teruslah mencangkul, wahai batu, lunakkanlah tubuh kalian!
Para Guru teruslah mengajar dan mendidik, wahai ilmu, sebarkanlah benih-benih kebajikan!
Para Tentara tetaplah siaga, wahai topi baja, lindungilah mereka dari marabahaya!
Para Mahasiswa teruslah belajar dan berjuang, wahai idealisme, mantapkanlah langkah mereka!
Para Buruh, tetaplah giat bekerja, wahai mentari redupkanlah sedikit terikmu!
Para Penyair teruslah berpuisi, wahai pena gerakkanlah jemari mereka!
Para Seniman teruslah berekspresi dan berkarya, wahai keindahan, tersenyumlah!
Para Cendikia teruslah berfikir, wahai jiwa, jernihkanlah imaji tuk munculkan ide-ide penuh inovasi!
Para Ulama, Para Rohaniawan teruskanlah berdakwah dan berdoa! Ohh Tuhan Kabulkanlah..!

Marilah semua anak-anak pertiwi, marilah berjabat dan bergandengan tanggan, memberi teladan kepada para pemimpin dan penguasa negeri untuk segera bangun dari mimpi...menuju hidup yang penuh arti... hidup mandiri.

Saatnya kini melanjutkan perjalanan
Menapaki kembali jalan titian Reformasi...
Atau..
Bila memang telah bosan...
Jua bosan, serta muak....
Mau tak mau.....
Kita retas jalan lain...

Jalan "REVOLUSI"..... !!!

Dan....
Mereka pun memekik dalam kebisuan:
"Merdeka atau Mati" !!
"Merdeka untuk kedaulatan yang hakiki..."
"Mati untuk menyusul 'Nurani' yang telah mendahului.."
Atau'.....
"Selamanya hanya diam, menjadi patung penghias taman.."
"Hingga lumut perlahan lebur melumat.."

Salam Damai,
Muhamad Gunawan Priadi.
12 Januari 2010 - 01:03 WIB

Tidak ada komentar:

Posting Komentar