Di bawah cerah langit biru
Aku iri kepada pucuk tunas daun
Hijaunya begitu lembut menyegarkan
Wajahnya penuh senyum menghadap mentari
Tak jarang, hinggap anak kutilang yang baru belajar terbang
=pada fajar pagi=
Tak pernah lupa bening embun selalu menyapa
Dengan pesona sejuknya, selalu setia menghampiri
Untuk kemudian sesaat memeluknya
Maafkanlah kecemburuanku itu wahai indah fajar….
Aku hanyalah ranting kering
Sudah terlalu rapuh untuk dihinggapi
Begitu lusuh dan suram untuk sapaan embun
Telah teramat lelah dan lemah tuk menatap mentari
Tinggallah menunggu angin senja mematahkanku jatuh
Kembali ke ari bumi menemani batu
Berteman dengan rayap-rayap di musim hujan
Melebur bersama debu dan bulir-bulir pasir
Mengikuti kemana alir` air ‘kan menghanyut
Kemana angin akan membawa
“Aku hanya ‘kan menyerta…!!”
Akan kutunggu masa itu…
Musim benih-benih mulai tumbuh
Musim pepohonan kembali bersemi
Agar akar-akarnya dapat mencengkeram kemudian menelanku
Berfotosintesis bersama air, udara dan cahaya surya
Kembali menjadi bakal pucuk tunas daun
Yang siap menanti pelukan embun di pagi yang dingin
Muhamad Gunawan Priadi
23 Januari 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar